Kamis, 28 Juli 2011

TELAH TERBIT "tuhan Perusak"

 

Penulis: Aswab Mahasin Munawwir  
Judul: tuhan Perusak
Penerbit: Azam Jaya Press
hlm: 216
Harga: 45.000 (belum termasuk ongkir)

Memesan: 082114698404

APRESIASI UNTUK BUKU INI:

"Buku yang ditulis oleh saudara Aswab Mahasin ini mengajak kita berfikir lebih mendasar dan serius, bukan lagi bicara agama pada tataran seremonial, permukaan dan formalitas. Buku ini sangat penting dibaca oleh insan akademik. Banyak hikmah dan manfaat yang dapat kita petik darinya. Ia memberikan sumbangan khazanah yang berharga buat kecerdasan dan kemajuan bangsa." (Dr. Zainun Kamal, MA,. "Dekan Fakultas Ushuluddin--UIN Syahid, Jakarta")

“....buku ini merupakan tamparan keras bagi kaum yang sering menyebut diri sebagai pembela tuhan. Tuhan yang dibela ternyata tuhan palsu yang mereka ciptakan sendiri untuk pemuasan ego dan kebencian. Lalu atas nama tuhan mereka menghakimi dan bahkan menyakiti sesama manusia. Sejatinya, agama diturunkan untuk memanusiakan manusia. Harapannya, semakin beragama seseorang, semakin tumbuh rasa kasih dan empati kepada sesama, tidak menyakiti perasaan sesama, tidak merampas hak orang lain, bahkan tidak merusak lingkungan dan kehidupan makhluk lain. Itulah agama rahmatan lil alamin....” (Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, MA., Aktivis Perempuan)


“Buku yang bijaksana, melalui buku ini Aswab Mahasin mencoba mengajak manusia kembali ke jalan yang lurus sesuai dengan mandat Kitab Suci. Dan sungguh, Anda akan terkaget-kaget dengan ulasan yang dipaparkan oleh anak muda ini bersama ‘tuhan Perusaknya’, ini adalah bukti kesaktian pemikirannya.” (Dr. Mahmud, MA., Pakar Filsafat)

SINOPSIS:
 
“Kenapa kamu tunduk kepada Tuhan, Tuhan yang bukan menciptakan kamu, Melainkan Tuhan yang kamu buat sendiri, Dari diri kamu, akal kamu, dan pikiran kamu, Tuhan yang bodoh seperti kamu, Tuhan yang hanya akan menyesatkan kamu?”

Dari tahun Alif (dulu) sampai tahun Z (sekarang), pembahasan masalah Tuhan tidak pernah ada habisnya, bahkan ada yang menganggap ini adalah masalah yang lapuk dan tidak akan pernah ada ujungnya. Ya, memang demikian. Tetapi, dibarengi dengan kesepuhanan usia pembahasan ini, apakah sudah ada penyelesaian dan solusi dari semua ketimpangan manusia dalam sistem berketuhanan, apakah semua manusia sudah mengenal dan memahami maksud dari Tuhannya? Buktinya, masih banyak penyimpangan yang terjadi dan tanpa terdeteksi. Alih-alih munculnya aliran-aliran baru yang katanya "tidak sesuai" dengan kodrat agamasebagai tonjolan potret bahwa "konflik" ketuhanan tidak pernah mati.
Tuhan Hidup Abadi sebagai kontradiksi dari Tuhan sudah mati. Tuhan Hidup Abadi pendekatannya adalah rasional, sedangkan tuhan sudah mati melalui pendekatan sosio-historis pada fenomena sosial, disaat seseorang atau sekelompok orang menyembah dewa, atau dewa-dewa, atau patung-patung, mereka disebut manusia-manusia primitif. Akan tetapi dapatkah kita mengatakan orang-orang suku Asmat di Papua, suku Dayak di Kalimantan, dan suku Badui di banten, mempercayai dan menyembah banyak Tuhan (Polytheisme)? Atau bukankah secara rasional dan moral, mereka-mereka itu adalah orang yang selalu konsisten dengan faham monotheisme, tauhid antara keimanan dan perbuatan.
Tauhid ke-khalifahan, dalam teks-teks agama mengajarkan “Jangan melakukan kerusakan dipermukaan Bumi.” Mereka adalah orang-orang yang selalu melestarikan dan melindungi alam dari kerusakan, walaupun secara teoritisnya mereka tidak memahami Tuhan secara filosofis, namun secara praksis, sungguh jelas mereka adalah orang yang ber-Tuhan dan mengamalkan ajaran-Nya dengan baik.
Sesungguhya Allah tidak mengecam orang-orang musyrik (polytheisme) Arab secara keseluruhan, tetapi Al-Qur’an hanya menyebutkan beberapa orang saja, dan itu hanya sebatas pada pemimpin-pemimpinnya saja, yaitu orang-orang yang rakus kekuasaan, jabatan, dan harta; serta melakukan penindasan, perbudakan dan kelaliman terhadap rakyat biasa, dan lemah. Jadi “kemusyrikan itu sesungguhnya adalah kelaliman yang besar atas kemanusiaan. Kalau hanya untuk percaya dan menyembah Tuhan yang satu apa sulitnya bagi mereka. Patung-patung juga hanya sebagai sarana untuk perantara kepada Allah. Tapi yang sulit bagi mereka adalah meninggalkan adat, tradisi dan kebiasaan-kebiasaan jahiliyahnya.”
Proposisi Tuhan perusak merupakan asumsi yang lahir dari refleksi yang pesimis dalam menghadapi kehidupan. Pesimis karena tidak memperoleh keberuntungan dalam kehidupan, atau pesimis karena menyaksikan dan merasakan penderitaan dan kerusakan alam di mana-mana. Jadi, persoalannya bukan Tuhan perusak, tetapi kerusakan dan gangguan psikis dalam menyikapi kehidupan ini.
Sejatinya, “tuhan Perusak”, sebuah refleksi dari wacana kaku yang sedikit lentur, dan mungkin membingungkan. Yang mana, sistem ketuhanan manusia sedang tergoyahkan oleh guncangan-guncangan gemuruh kerisauhan "antara wajar dan tidak wajar". Itu semua diakibatkan oleh ketimpangan gaya berpikir, bertindak, dan bernalar manusia—khususnya mengenai masalah ketuhanan dan keagamaan.
Pendeknya, Buku ini menyajikan solusi dari ketimpangan cara penghayatan manusia akan Tuhannya, dengan tujuan mencari esensi-esensi sesungguhnya dalam berketuhanan. Agar manusia bukan hanya bisa menafsirkan bentuk dari eksistensi Tuhan saja, melainkan manusia pun mengerti akan inti dari sistem berketuhanan itu sendiri.
Judul tuhan Perusak, bukanlah menerangkan kerusakan/kesesatan Tuhan-tuhan yang berada dalam ruanglingkup Keyakinan beragama, Tuhan Yang Esa adalah Tuhan yang tak bisa diganggu gugat konsistensinya. Firman-firman Tuhan yang Ia lantunkan merupakan seruan kebaikan, jika penulis menganggap bahwa Tuhan Yang Esa ialah Tuhan yang sesat, maka penulis sendiri sumber kesesatan itu, bukanlah Tuhan. Namun, buku ini akan memberikan sebuah gambaran dasar manusia pada saat ini—yang telah menciptakan Tuhan-tuhan baru atau Tuhan-tuhan modern yang menyesatkan, sebagai antisipasi kita agar tidak terjerumus ke dalam lubang kenistaan yang kadang kita buat sendiri. Dengan demikian, apakah terlahirnya Tuhan-tuhan baru membuat “Tuhan Yang Esa” sama sekali tidak memiliki makna dalam hidup kita sekarang ini? Jawabnya, ada pada ukiran pertama sampai pada ukiran ke lima dalam buku ini.

“SELAMAT DATANG DALAM PERJAMUAN IDE TAMU ILMIAH”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KOTAK KOMENTAR