Sabtu, 03 September 2011

Antologi Cerpen HUJAN MELUKIS LAUTAN


Telah Terbit Antologi Cerpen, "Hujan Melukis Lautan"

Penulis: Komunitas Delta Sastra
Judul: Hujan Melukis Lautan
Halaman: 274
ISBN: 978-602-99615-3-9
Harga: 50.000 (belum termasuk ongkir)

Nama-Nama Penulis:
- Kwek Li Na (A Ling)
- Filiya Putri Al-Fath
- Hawa El Pandani
- Iis Istrini
- Pena Armansyah
- Sri Wahyuni
- Sukmawati Ryo
- Teguh Budi Utomo

Pengantar dan Editor: Muhammad Afiq Zahara, (Penulis Novel Laris, "Cinta Yang Ber-Tuhan")

Sekilas tentang HUJAN MELUKIS LAUTAN

Nampaknya irama ritmis moral dalam “Hujan Melukis Lautan” telah cukup berestetika, menjadi perbuatan seni tertinggi secara alami atau yang dilakukan oleh alam. Berpisah dan berjumpa dengan teratur. Hujan berasal dari laut, dan akan kembali ke laut. Proses pisah-jumpa ini begitu indah, karena tanpa amarah, benci, senang, rindu atau pun cinta. Mereka hanya mengikuti naluri alam yang alami, menjadi instrumen penting bagi manusia. Sumber kehidupan adalah air, dari mulai minum, makan, membersihkan diri, semuanya bersama air. Inilah estetika tertinggi dari sebuah perbuatan, siklus yang tanpa pamrih, hanya berusaha memenuhi tugasnya untuk berkarya seni dalam wujud “Hujan Melukis Lautan”.

Dalam kumpulan cerpen komunitas Delta Sastera ini, kita bisa menelanjangi diri kita sendiri dengan berbagai wajah kehidupan. Mengajari bagaimana berproses dengan cerita, bersimpuh bersih merajalela dengan harapan yang menyala-nyala. Bahwa, banyak dunia yang tidak tersentuh oleh perasaan kita, yang seakan-akan kita sudah menjadi arif, tapi kurang bijaksana. Percampuran yang ideal antara penyesalan, ketakutan, kebahagiaan, kecintaan, kenyataan, yang mungkin membuat dada kita menderu-deru. Pertentangan antara moral dan cinta yang tampak hebat seperti yang dikisahkan Teguh Budi Utomo. Kerinduan menahun yang setia seperti tulisan Sukmawati Ryo. Dualisme perasaan yang unik seperti inspirasi Iis Istrini. Pencerahan dalam danau realitas seperti yang dikemas A Ling. Pelajaran cinta yang mendidik dari Pena Armansyah. Kepahitan yang memicu ekspresi dari Hawa El Pandani. Pencarian yang tak habis-habis seperti kisah karangan Filiya Putri Alfath. Dan, dunia cinta yang tak mengenal derita dari Sri Wahyuni. Semuanya menyatu menjadi besar, memberi pencerahan bagi kenyataan yang ada-ada, tentang hidup yang lebih sederhana atau tentang menyederhanakan kehidupan. Itulah cermin yang memantul dari “Hujan Melukis Lautan”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KOTAK KOMENTAR